Pangkal
pemikiran Schopenhauer adalah filsafat Kant yang mengajarkan manusia hanya
dapat mengetahui apa yang nampak saja (fenomena). Di sini hendak dikatakan
bahwa jasa Kant yakni Kant membedakan antara apa yang nampak (fenomena) dengan
benda di dalam dirinya sendiri (Ding An
Sich). Bagi Schopenhauer, benda-benda di dalam dirinya sendiri sungguh-sungguh ada dan berupa ide serta
dapat dikenal melalui hati manusia.
Bagi
Schopenhauer, hati memiliki tekanan dan peran yang khusus dalam mengenali dunia
noumena. Dalam duni mistik, hati telah lama menjadi pintu masuk bagi pengenalan
akan dunia noumena. Dengan demikian, Schopenhauer mengajukan sumbangan
pemikiran filosofisnya yakni pengenalan dunia noumena melalui hati.
Menurut
Schopenhauer, manusia mempunyai 2 jenis pengetahuan tentang badannya. Badan
merupakan objek sekaligus entitas yang memiliki kehendak tersendiri, sesuatu
yang memiliki otonominya sendiri. Badan itu kehendak yang telah menjadi
objektif dalam ruang dan waktu dan berlaku untuk manusia, untuk seluruh dunia,
dan sejarah.
Untuk
manusia, kehendak terdapat pada daya-daya organ manusia dalam bekerja. Berbagai
sistem kerja dalam tubuh seperti sistem pernafasan, pembuangan, pencernaan, dsb
merupakan perwujudan nyata dari kehendak badan. Badan mempunyai otonominya
sendiri terlepas dari akal atau rasio yang mengaturnya. Pemikiran ini sangat
baik untuk menyadarkan manusia pada titik kesadaran akan adanya entitas yang
manusia sendiri tidak pernah tahu bagaimana organ-organ itu bekerja, apa yang
mendorongnya, menggerakkannya, dsb? Pad titik ini, manusia akhirnya disadarkan
akan adanya entitas yang melampaui kesadaran manusia dan entitas itu memiliki
daya-daya di luar kontrol rasio manusia.
Untuk
dunia, kehendak terwujud secara nyata dalam perangi alam semesta. Bumi yang
beredar mengelilingi matahari, susunana tata surya, gaya gravitasi, dsb
merupakan perwujudan dari kehendak dunia. Manusia tidak mampu mengaturnya,
namun alam semesta sendirilah yang memiliki kehendaknya untuk berbuat demikian.
Dengan demikian hendak dikatakan di sini yakni seluruh perangi alam tidak cukup
hanya dijelaskan oleh rasio semata, rasio manusia hanya mampu mengenali yang
nampak saja (fenomena) sementara untuk hal kehendak, manusia tidak mampu
mengetahui tetapi hanya dapat memahami dan merasakan.
Dalam
sejarah, kehendak terwujud dalam penampakan adanya perbedaan bangsa-bangsa,
zaman-zaman, dan adat istiadat. Sejarah sendiri merupakan peredaran. Oleh
karenanya dalam semua zaman diumumkan hikmat yang sama oleh orang-orang alim,
dan dilaksanakan kebodohan yang sama yang berlawanan dengan hikmat tersebut.
Bagi
Schopenhauer, kehendak sebagai keseluruhan itu bebas, namun kehendak
individu-individu tidak bebas sebab mereka hanya melayani kehendak yang lebih
tinggi. Sehingga nampak sekali bahwa Schopenhauer merupakan filsuf yang
pesimis. Menurutnya sebab kehendak manusia itu irrasional, maka yang tercipta
hanyalah ketidakteraturan. Manusia menjadi kesepia, dunia penuh perang,
optimisme tidak jujur, dsb.
Namun,
Schopenhauer juga menawarkan jalan keluar yang tepat, yakni jalan melalui
estetika dan etika. Estetika yang dimaksud yakni melalui seni, manusia mampu
keluar dari kehendaknya dan mengalami kebahagiaan namun hanya bersifat
sementara. Sementara jalan etika lebih permanen, artinya manusia mampu mencapai
kebahagiaan melalui askese. Askese seperti yang diajarkan di dunia timur,
hendak menekankan keinginan untuk hidup harus dimatikan, supaya manusia
benar-benar lepas dari kehendaknya.
Hal
positif yang dapat dipetik dari pemikiran Schopenhauer yakni kehendak pada
dasarnya adalah irrasional. Keadaan irrasional berarti keadaan bebas tanpa
kontrol. Jika manusia hanya dihadapkan terus-menerus pada keadaan irrasional
yang terjadi justru keadaan ketidakteraturan, chaos, disorder. Keadaan chaos
hanya membawa manusia pada ketidak-bahagiaan. Bagaimanapun, rasio tetap
diperlukan sebagai kontrol atas kehendak. Rasio memungkinkan keseimbangan (balance) terjadi. Rasio menjadi pengatur
atas kehendak yang buta (blind will).
Pemikiran Schopenhauer ini membuka pintu baru bagi dunia psikologi yang secara
jelas digagas oleh Freud, mengenai alam bawah sadar.
Sumber Pustaka:
Hadiwijono, Harun.
1980. Sari Sejarah Filsafat Barat I.
Yogyakarta: Kanisius.
Hamersma, Harry. 1983. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern.
Jakarta: PT. Gramedia.
0 comments:
Posting Komentar