Verus Amicus Laetus Et Tristis Est

Sahabat sejati selalu ada bersama sahabatnya di kala senang maupun sedih (Latin).

Saat Kita Membuka Mata...

Matahari itu berusaha menyelusup masuk merambah dedaunan hutan.

Tetap Bersiul di Kala Sepi...

Hirup pikuk dunia ini semakin menjauhkan manusia dari keheningan dan membuat segalanya kering.

Sore Kotak-Kotak...

Entitas itu kotak, selalu ada pengkotakan dan selalu ada perbedaan.

Serumit Orang Kita Berpikir...

Terlalu banyak yang dipikirkan, terlalu banyak yang tak terselesaikan.

Melambai dalam Keburaman

Kita masih punya harapan akan masa depan walaupun segalanya tampak buram.

DIA

I want to write your name on that coast :D

Easy Going

Sabtu, 11 Mei 2013

Noda Hitam Dunia Pendidikan Indonesia (Tinjauan Solusi atas Pemikiran Filosofis Karl Jaspers)



Pengantar
Tewasnya siswa SMA Negeri 6 Mahakam, Alawy Yusianto Putra (15), akibat sabetan celurit yang diayunkan siswa SMAN 70, FR (19), akhir September lalu, menambah daftar panjang siswa yang tewas dalam satu dekade. [1]
Perkelahian antarpelajar baik jenjang SMA maupun perguruan tinggi semakin marak. Tawuran antarsekolah maupun kampus terjadi secara menyeluruh di kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, dan Makassar. Bahkan sederet kasus tawuran terjadi dalam rentan waktu relatif singkat. Seperti kasus Jasuli (16) yang terjadi sebulan sebelum kasus Alawy terjadi. Jasuli seorang siswa kelas IX SMP 6, meninggal setelah tertabrak kereta api di Stasiun Buaran, Klender, Jakarta Timur. Saat itu, Jasuli tengah dikejar sekelompok pelajar lain. Bahkan dua hari setelah kematian Alawy, Deny Yanuar (17), siswa SMK Yayasan Karya 66, tewas terkena sabetan celurit Djarot (15) dan rekannya yang berasal dari SMK Kartika Zeni, Matraman, Jakarta Pusat.
Sekolah, kampus, dan tempat pendidikan informal yang seharusnya menjadi simbol kemajuan intelektul segera berubah menjadi simbol penyerangan. Sekolah yang satu menyerang sekolah yang lain. Pelajar yang satu menyerang pelajar yang lain. Keadaan emosional para remaja yang labil sangat nampak dalam kehidupan berkelompok. Bila ada anggota kelompok yang diserang maka kelompok menjadi punya andil untuk melakukan penyerangan. Ada hasrat untuk menjadi yang superior dan mengalahkan pelajar lainnya dalam rangka pencarian jati diri dan pengakuan publik.  Hal inilah yang menjadi sorotan bagi dunia pendidikan Indonesia saat ini.

Tawuran sebagai bentuk Sense of Identity remaja
Masa remaja identik dengan proses pencarian jati diri dan perkembangan emosi yang labil. Maka tak heran bila para remaja mengidentikan dirinya dengan tokoh pujaan mereka dengan maksud mereka menemukan jati diri dan mendapat pengakuan publik. Hal mengenai pencarian jati diri tak terlepas pula dari tawuran. Tawuran dianggap sebagai ajang pembuktian dan pencapaian afirmasi publik.
Kasus tawuran tidak serta merta terjadi langsung di lapangan tetapi merupakan proses panjang bentuk kekerasan yang dilegalkan di sekolah. Sekolah bukan bermaksud menyetujui adanya tindak kekerasan dalam proses pendidikan namun dalam aktifitas pendidikan, terselebung berbagai tindak kekerasan. Seperti dalam kasus Masa Orientasi Sekolah (MOS), seringkali dipakai sebagai wadah pembalasan dendam senior kepada juniornya dan ketika junior tersebut telah menjadi senior maka akan menindas kembali juniornya dan seterusnya demikian.
Pengamat sosial budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, berpendapat bahwa salah satu penyebab tawuran adalah adanya identitas dan tradisi turun temurun.[2] Identitas ini (tawuran) terwariskan dari generasi ke generasi berikutnya (sense of Identity) secara alamiah. Hal ini dapat terlihat pada semua siswa yang mengenal bagaimana cara menggunakan ikat pinggang untuk menyerang lawannya padahal tidak ada yang mengajarkan.
Pencarian jati diri pada remaja seringkali berujung pada kekeliruan terlebih dalam hal kekerasan. Para remaja dengan mudah merasa empati bila rekannya dicederai dan ada hasrat untuk membalas. Para remaja yang mengalami tindak kekerasan entah dari lingkungan sekolah, masyarakat, maupun keluarga, akan dengan mudah meniru tindakan kekerasan tersebut dan menerapkannya pada pihak yang lebih lemah. Inilah yang disebut bullying. Bully merupakan konsekuensi logis dari ketidakseimbangan sosial. Di setiap lingkungan sekolah selalu ada siswa yang kuat, jagoan, lemah dsb. Bila kekuatan dan kelemahan ini tidak diatur maka akan muncul penindas, yang ditindas, dan penonton. [3]
Ketiga kelas di atas, penindas, yang ditindas, dan penonton  menjadi akar kekerasan di setiap lingkungan. Pengakuan publik dan pencarian jati diri menjadi jelas setelah kelas penindas mendapat persetujuan sosial dari kelas penonton. Dengan demikian, proses pencarian diri sejati pada remaja diselubungi oleh kekerasan.

Tinjauan Tokoh: Riwayat Hidup Karl Jaspers
”Ia lahir di Oldenburg, jerman Utara pada 23 Februari 1883. Awalnya ia belajar dan kuliah di Universitas Heilderberg dan mengambil hukum, tetapi kemudian ia pindah ke daerah Munchen dengan mengambil jurusan kedokteran dengan menmgambil spesialisasinya adalah psikiatri. Studi Jaspers mengenai psikiatri Allegemeine Psychopathologie, menjadi buku pegangan klasik yang tetap dipakai. Pada awalnya ia bekerja sebagai psikiater di universitas Heidelberg, tetapi akhirnya juga ia menjadi seorang dosen untuk psikologi, dan akhirnya juga pada tahun 1922 ia diangkat sebagai guru besar untuk filsafat sampai akhirnya ia diusir oleh Nazi karena dituduh menyerang mereka.”[4]
Setelah Perang Dunia kedua, Jaspers mengalami jaman keemasannya. Ia pindah ke Basel di Swiss dan menjadi warga negara Swiss. Pada akhir hidupnya Jaspers mengarang mengenai masalah-masalah perang dan damai, masalah politik, tentang suatu “iman filosofis” yang harus merupakan lapangan diskusi dalam usaha untuk mengatasi perbedaan-perbedaan antara agama-agama. Juga usahanya untuk mengarang suatu sejarah filsafat seluruh dunia yang dimaksudkan sebagai sumbangan untuk mempermudah komunikasi antara kebudayaan-kebudayaan yang berbeda, dan pada akhirnya ia meninggal di Basel pada 1969.

Konsep Pemikiran Karl Jaspers
Secara umum, Karl Jaspers membagi filsafatnya atas filsafat yang berorientasi dunia (Weltorientierung), filsafat yang menjelaskan eksistensi (Existenzerhellung) dan filsafat yang transenden (Transzendenz), dimana ketiganya ini dipandang sebagai cakrawala. Namun, pembahasan makalah ini hanya difokuskan pada pemikiran Karl Jaspers mengenai filsafat yang menjelaskan eksistensi.
Bagi Jaspers, eksistensi mempunyai pemahamannya sendiri. Namun sebelum memahami pengertian eksistensi, perlu dipahami terlebih dahulu apa oleh Jaspers disebut situasi. Situasi bukannlah apa yang umum disebut sebagai situasi atau keadaan, tempat manusia berada. Manusia bergerak dalam kawasan hal-hal yang obyektif setiap hari. Dari hal tersebut, manusia berusaha untuk mencari penjelasan dan mendapatkan realitas yang sebenarnya demi mendapat kepastian. Namun usaha tersebut tidak memberi hasil. Dalam kenyataan, manusia selalu dihadapkan dengan hal-hal yang tanpa batas, tanpa sesuatu yang mendasari, sehingga manusia selalu dikacaukan. Manusia mulai menyadari yang sebenarnya yakni tidak memiliki alas berpijak, tanpa harapan. Situasi inilah yang sebenarnya secara eksistensial manusia dapat menemukan dirinya sendiri.
Pengalaman situasi ini merupakan suatu pengalaman reflektif, suatu pengalaman yang terus dipikirkan berulang-ulang. Dalam permenungan tersebut, manusia membuat jarak antara dirinya dengan segala hal yang objektif, dengan dunia. Inilah yang disebut sebagai hal yang eksistensial itu, ada jarak dari dunia yang objektif, yang tanpa batas, tanpa harapan, dan yang tidak dapat diraih ini, serta kembali kepada diri manusia itu sendiri, kepada situasi manusia itu. Jadi situasi adalah kenyataan bagi suatu subjek yang sebagai Dasein dimasukkan ke dalamnya. Bagi subyek, situasi berarti pembatasan atau ruang gerak. Setiap orang dapat mengubah dan menghindari situasi ini. Namun ada juga situasi yang mutlak, yang tidak dapat dihindari, yaitu situasi perbatasan (Grenz-situastion), yang menjadi kawasan yang tidak dapat ditembus, tidak dapat diketahui, dan hanya dapat dirasakan oleh eksistensi yaitu jikalau manusia berada di dalam situasi tertentu seperti kematian, penderitaan, perjuangan, dan kesalahan.[5] Manusia dapat tumbuh menjadi dirinya sendiri oleh karena keberanian untuk memasuki situasi perbatasan ini. Hanya situasi perbatasanlah yang mewujudkan keseluruhan eksistensi menjadi kenyataan.
Eksistensi bukanlah objek. Bagi Jaspers, eksistensi hanya dapat diterangi dengan menggunakan kategori-kategori sendiri seperti kebebasan, komunikasi, dan sejarah. Eksistensi diungkapkan sebagai perbuatan, sebagai pemilihan, sebagai kebebasan. Perbuatan yang terwujud dari diri manusia sendiri tanpa syarat menunjukkan bahwa sebenarnya manusia itu bebas. Di dalam pemilihan yang benar-benar bebas ini manusia menemukan siapa dirinya, manusia baru mengenal siapa dirinya.
Menurut Jaspers, eksistensi tidak dapat diwujudkan secara terpisah, tanpa ikatan eksistensial dengan eksistensi yang lain. Ikatan inilah yang disebut komunikasi, komunikasi eksistensial lebih tepatnya. Komunikasi eksistensial berbeda dengan komunikasi dalam pengertian umum. Komunikasi eksitensial lebih mendalam dan di dalamnya manusia membuka diri bagi sesamanya dan ada kepercayaan yang mendorong manusia untuk menyerahkan diri kepada sesamanya. Sumber komunikasi ini adalah cinta kasih. Manusia tidak dapat sampai kepada dirinya, jikalau tidak bersama-sama dengan orang lain.

Relevansi dan Solusi
Tawuran yang terjadi antarpelajar SMA maupun perguruan tinggi dapat dikaitkan dengan konsep eksistensi Karl Jaspers. Pendekatan yang utama dapat melalui dua hal yakni pengolahan situasi diri dan pengembangan komunikasi eksistensial.
Situasi memungkinkan manusia untuk sampai pada pengenalan diri yang sesungguhnya. Seperti yang dikatakan oleh Jaspers, situasi memungkinkan manusia mengenali dirinya sebab dalam situasi eksistensial manusia terus merenungi dirinya dan mengambil jarak dengan objek, dunia, dan segala yang berada di luar diri.
Dalam kaitan dengan tawuran antarpelajar, hal yang perlu mendapat tekanan yakni persoalan kurikulum pendidikan. Perlu diadakan kurikulum yang tidak hanya menekankan sisi intelektual tetapi juga sisi afektif. Pengakuan dari Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim, kasus tawuran sekarang menjadi momentum menata kembali kurikulum satuan pendidikan yang kini tengah dilakukan pemerintah. Penataan dilakukan dengan menyeimbangkan mata pelajaran pengetahuan, kemampuan, dan karakter atau sikap. Musliar mengakui, kurikulum yang berbasis kompentensi ini menyebabkan mata pelajaran kepada anak didik dinilai sangat berlebihan. Akibatnya, siswa didik terbebani.
Kurikulum yang menekankan afektif dapat membantu siswa untuk mengenali situasi yang dimaksud oleh Jaspers. Sebab dalam kurikulum berbasis afektif, yang menjadi tujuan yakni proses penyeimbangan antara ilmu yang didapat dengan akhlak yang harus diwujudkan. Siswa selalu dihadapkan pada ilmu-ilmu yang memiliki ideal tertentu sementara dalam keseharian ilmu-ilmu tersebut selalu dikonfrontasikan dengan realitas. Kesenjangan antara ilmu sebagai suatu yang ideal dengan realitas di lapangan membuat siswa enggan untuk menerapkan ilmu dalam kenyataan keseharian. Padahal bagi Jaspers, manusia terus-menerus dihadapkan pada realitas tanpa batas, tanpa pijakan, dan juga pada sesuatu yang ideal. Namun manusia tidak serta merta lari dari situasi begitu saja tetapi terus menerus mengambil jarak dan merefleksikannya. Pada siswa, ilmu-ilmu tersebut hendaknya selalu berdistansi dengan siswa dengan tujuan siswa mampu merenungi dan mengasah sisi afeksi.
Kaitan dengan komunikasi eksistensial yakni penekanan pada sumber komunikasi itu sendiri yang adalah cinta kasih. Dengan cinta kasih maka sangat dimungkinkan setiap anak didik menyadari keberadaanya dan tujuannya dalam proses pendidikan. Menjadi autentik bagi anak didik tidak lain adalah usaha penyelasaran antara aktifitas dan identitas. Dengan cinta kasih, anak didik bersama sesamanya berproses untuk mengenali diri sendiri dan pemahaman akan diri sendiri akan berujung pada aktifitas yang sesuai, yang seharusnya dilakukan.

Daftar Pustaka
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Hamersma, Harry.1990. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia.
Van Der Weij, P. A. 1972. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia. Jakarta: Gramedia.

Surat Kabar
Harian KOMPAS. 2012. “Sekolah Ramah Anak Atasi Tawuran”. Jakarta: KOMPAS.



[1] Suhartono.2012. “Sekolah Ramah Anak Atasi Tawuran”. Dalam KOMPAS, 19 Oktober 2012. Jakarta
[2] Ibid.
[3] LSM Peace Generation, Irfan Amalee, menyebut tiga kelas dalam tindak kekerasan yakni penindas, yang ditindas, dan penonton. Ketiga kelas ini menjadi unsur utama bullying dan menjadi bibit kekerasan.
[4] Bdk. Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat barat modern, Jakarta: Gramedia, 1990,Hlm. 118
[5] Bdk. Harun Hadiwijono, sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hlm. 170

Rabu, 01 Mei 2013

Pembabakan Sejarah Filsafat Barat


Pembabakan sejarah filsafat barat dapat diuraikan secara umum sebagai berikut:
Filsafat Barat terbagi atas:
1.      Filsafat Klasik
Periode: 6SM-3M
Tokoh: Sokrates
Tema:Alam, Kebenaran hidup, Etika, Moral, Politik

2.      Filsafat Abad Pertengahan
Periode: 3M-14M (atau ada pula yang menetapkan 1M-14M)
Tokoh: terbagi atas dua kelompok.
Patristik: Agustinus
Skolastik: Thomas Aquinas
Tema:Religiusitas, semua hal dikaitkan dengan ajaran Kristiani

3.      Filsafat Moderen
Periode: 15M-19M
Filsafat moderen terbagi atas 3 pembabakan:
·         Renaissans
Periode: 15M-17M
Tokoh: Rene Descartes
Tema:Rasio sebagai dasar kebenaran
·         Aufklarung (Enlightment-Pencerahan)
Periode: 18M
Tokoh: Emmanuel Kant
Tema: Penggabungan antara Rasio dengan Empiris
·         Romantisme
Periode: 18M paruh ke-2
Tokoh:Hegel
Tema: Kritik atas Aufklarung


4.      Filsafat Kontemporer
Periode:19M-...
Tokoh: Heidegger
Tema: Cabang dari ilmu filsafat mulai berkembang (lahirnya eksistensialisme dst.)

Penjabaran umum mengenai Pembabakan dalam Filsafat Moderen
Pembabakan dalam filsafat moderen terbagi atas tiga babak yakni Renaissans, Aufklarung, dan Romantisme. Setiap pembagian ditandai dengan tokoh, waktu, dan tema yang berbeda.

Renaissans
v  Secara etimologi, Renaissans berarti kelahiran kembali.
v  Secara substansial, Renaissans berarti: Cultural Movement-Pergerakan kultural dan Intelektual yang hendak membangkitkan kembali sumber-sumber kultural klasik yang ditulis dalam bahasa Yunani kuno.
v  Masa ini ditandai dengan:
o   Gairah membaca kembali sumber-sumber klasik yang dalam bahasa Latin dan              Yunani.
o   Perkembangan pesat dalam berbagai bidang seperti:
a. Seni, para pelopornya seperti Michaelangelo, Leonardo Da vinci.
b. Agama, para pelopor protestanisme seperti Martin Luther, John Calvin.
c. Ilmu pengetahuan, para pelopornya seperti Galileo Galilei.
d. Dalam bidang politik para pelopor sepert Niccolo Machiavelli, John Locke,  Thomas Hobbes, Vasco da Gama.
Renaisaans berawal dari Italia, lebih tepatnya Florence dari keluarga Medici. Dari Italia barulah menyebar ke seluruh daratan Eropa.
Perlu diketahui bahwa Renaissans merupakan jembatan dari Filsafat Abad Pertengahan menuju Filsafat Kontemporer.

Pokok-pokok pemikiran beberapa tokoh filsafat moderen.
1.      Niccolo Machiavelli
Machiavelli merupakan salah satu pelopor dalam bidang politik. Karyanya yang terkenal berjudul Sang Penguasa. Secara garis besar hal yang ingin ditekankan ialah hendaknya para penguasa memiliki standar ganda, satu untuk dirinya sendiri dan satu untuk rakyat. Sang penguasa dapat cerdik seperti rubah dalam mengenali perangkap dan berani seperti singa dalam mengusir penyerang. Karya lainnya pula ialah Deus Homini Deus berisi hubungan antarbangsa dan Homo Homini Lupus berisi hubungan antarmanusia.

2.      Thomas Hobbes
Gagasan politiknya menekankan secara jelas mengenai kepemilikan. Selain itu pada manusia hanyalah ada kecurigaan dan hidup bersama pasti tidak pernah bisa damai. Kecurigaan antarmanusia bisa dilihat dari contoh keseharian. Adanya pagar pada rumah menjadi tanda bahwa sang pemilik rumah pasti menaruh rasa curiga terhadap orang di sekitar. Dari pagar menuju ke pintu dan dinding. Sesama anggota rumah pun menaruh rasa curiga, dalam rumah masih terbagi dalam kamar-kamar, dan ada laci-laci pribadi. Adanya rasa curiga dan privasi yang tidak ingin diketahui orang lain.

3.      Rene Descartes 
Rene Descartes menjadi penanda dari zaman filsafat moderen. Ia pun dijuluki Bapak Filsafat Moderen. Pemikirannya didasarkan pada kekuatan rasio dan terkenal dengan istilah latin Cogito Ergo Sum, yang berarti ‘Saya berpikir maka saya ada’. Latar belakang pemikirannya secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut:
v  Ia mulai meragukan segala yang ada maupun realita. Ia mulai meragukan aktifitas tertentu seperti mengajar. Apakah saya sungguh sedang mengajar (kehadirannya sungguh nyata untuk mengajar)? Atau saya sedang bermimpi tentang mengajar.
v  Anggapan ini datang dari pihak yang membuatnya menjadi ragu-ragu, pihak ini ia sebut Evil Genius, membuat seolah-olah menjadi ada, menjadi realita padahal sebenarnya tidak atau sebaliknya. Hal ini membuatnya menjadi meragukan segala sesuatu.
v  Pemecahannya berujung pada pernyataan bahwa ‘Dia yang ragu-ragu akan segala sesuatu itu pasti ada’. Muncullah pernyataan dia yang terkenal itu, saya berpikir maka saya ada.
Konsekuensi dari pemikiran ini yakni Metode Descartes. Contoh yang ia gambarkan adalah segitiga itu ada atau tidak? Segita selama ini adalah berbagai materi yang dibentuk segitiga. Kayu yang dibentuk segitiga. Kertas yang digambar segita. Sementara segitiga itu sendiri tidak ada dan tidak nyata. Ia memakai metode ini dalam kerangka pembuktian eksistensi Allah.
Jaminan kebenaran logis Descartes adalah Allah, rasio yang dapat dipercaya. Hal ini disebabkan:
a. Eksistensi Allah digambarkan seperti contoh pada konsep segitiga di atas.
b. Allah, jauh sebelumnya telah menanamkan ide tentang Allah pada manusia.
Rene Descartes juga memaparkan pemikirannya mengenai dualisme.
·         Manusia terdiri atas dua unsur yang utama, yaitu res extensa yang berarti kebertubuhan atau perihal fisik (body) pada manusia dan res cogitan (mind) yang berari pikiran atau berkaitan dengan berpikir.
·         Pembagian itu bersifat rasional dikotonomis, yang selanjutnya body and mind akan membentuk psyche sementar mind lebih cenderung pada pneuma.
·         Menurut Descartes, yang kekal itu adalah Roh (pneuma). Roh masuk ke dalam tubuh maka terciptalah juga jiwa (psyche).
·         Konsenkuensi dari dualisme ialah pemikiran selanjutnya akan selalu berkutat di permasalahan mind and body. Bagi kehidupan manusia, Descartes telah memberi batasan yang sangat jelas. Orang yang sakit badan/fisik disembuhkan dengan dokter/tenaga medis. Untuk sakit jiwa ialah psikiater, dan untuk sakit roh barulah disembuhkan dengan rohaniwan. Ketiga hal ini tidak dapat dipertukarkan.

Aufklarung-The Age of Reason (zaman pencerahan)
·         Definisi secara substansial ialah gerakan kultural dan intelektual yang menekankan keutamaan akal budi sebagai dasar dari kebenaran dan melepaskan segala sesuatu yang tidak terkait dengan akal budi atau rasio. Gerakan ini berlangsung selama 40 tahun di Jerman.
·         Beberapa pokok pemikiran para tokoh aufklarung adalah sebagai berikut:

1.      Immanuel Kant
Pokok pemikiran Kant adalah usahanya untuk mensintesiskan pemikiran Descartes (yang mengutamakan rasio sebagai penjamin kebenaran) dengan pemikiran David Hume (yang mengutamakan pengalaman/empirik sebagai penjamin kebenaran). Metode Kant yang terkenal ialah: Metode Sintetik Apriori.
 Beberapa poin penting mengenai metode ini ialah:
·         Unsur-unsur apriori terdapat dalam pengetahuan dan unsur-unsur empiris terdapat dalam realita.
·         Pertemuan antara rasio dengan empirik akan menghasilkan kebenaran.
·         Kebenaran ditinjau dari dua sisi, Subjek sebagai rasio dan Objek sebagai empirik atau realita.

Selain itu, Kant juga menekankan mengenai kategori. Perbedaan fenomena didasarkan pada bentuk dan waktu. Bagaimana membedakan kayu dengan bangku kayu?tentu secara materi adalah sama, namun secara bentuk itu berbeda. Kaitan antara substansi dan forma sangat ditekankan.

Romantisme
·         Latar belakang muncul aliran ini ialah penekanan yang kuat terhadap rasio sebagai dasar dari kebenaran.
·         Romantisme merupakan kritik terhadap Aufklarung.
·     Kebenaran tidak hanya didasarkan pada intektual tetapi juga mempertimbangkan unsur perasaan sebagai dasar kebenaran.
·       Para tokoh idealisme Jerman termasuk dalam masa ini, mereka diantaranya ialah Fichte, Schelling, dan Hegel. Romantisme berpuncak pada Hegel.

Pokok pemikiran tokoh Romantisme
1.      Hegel
Terkenal dengan pernyataannya yang berbunyi ‘Yang nyata itu rasional dan yang rasional itu nyata.’ Dasar dari pemikirannya bahwa segala sesuatu saling terkait, tidak ada sesuatu pun yang terpisah.
Kenyataan umum itu adalah Ide Absolut. Pandangannya terbagi atas ide mengenai Roh Absolut dan Roh Terbatas.
Roh Absolut ini mengubah dari keadaan abstrak universal menuju konkret universal. Hal ini pun berkaitan dengan Dialetik mengenai tesis dan antitesis yang menghasilkan sintesis.
Contoh tesis: Ada (being), antitesis: Tidak ada (nothing), dan sintesisnya: Menjadi (becoming). Contoh lain, tesis: seni, antitesis: agama, dan sintesis: filsafat (segalanya pun akan bermuara pada filsafat).

Perantara Menuju Filsafat Kontemporer
Tema yang diajukan ialah Allah, alam, dan manusia (materialis).
Tokoh-tokoh yang menjadi perantara tersebut diantaranya:
1.      Feuerbach
Idenya mengenai Allah cukup keras. Baginya, Allah merupakan hasil dari proyeksi manusia. Allah itu tidak ada. Ide mengenai Allah muncul ketika manusia butuh kebaikan, maka muncullah ide tentang subjek yang Maha baik itu, yaitu Allah. Secara sederhana ia hendak mengatakan bahwa Teologi itu merupakan proyeksi dari Antropologi.

2.      Karl Marx
gagasannya mengenai Allah tertuang dalam pernyataanya yakni agama ialah candu masyarkat. Orang pergi ke Gereja dan sepulangnya dari sana, perubahan akan hidup yang sejahtera pun tidak terjadi. Agama hanya menina-bobokan manusia, tidak mendorong adanya perubahaan akan kenyataan. Agama menjadikan manusia tidak sadar akan realitasnya, membawanya hanya hidup dalam angan-angan.
Kritiknya terhadap kaum kapitalis ialah manusia menjadi terasing akan hasil karyanya sendiri. Hanya para pemilik modal-lah yang bisa menikmati hasil kerja dari manusia itu.
  
3.      Nietzsche
Idenya yang cukup keras yakni kehendak untuk berkuasa (will to power). Dalam gagasan tersebut, ia menyatakan Allah itu sudah mati/konsep nihilisme. Hal ini berangkat dari konsep Allah sebagai nilai tertinggi pasti mempunyai nilai turunan. Nilai-nilai turunan itu adalah manusia, manusia malah melawan dan menghancurkan nilai-nilai tersebut. Konsekuensi logisnya ialah Allah sebagai nilai tertinggi sudah mati. Nietzsche beranggapan manusia harus keluar dan tidak bergantung dari Allah, manusia power-uber man.

Filsafat Kontemporer
Filsafat Kontemporer terbagi atas:
·         Eksistensialisme
Berkembang di daratan Eropa
Tokoh-tokohnya seperti: Heidegger, Kierkegaard

·         Fenomenologi
Tokohnya seperti: Husserl
Baik eksistensialisme maupun fenomenologi, keduanya disebut pula Filsafat Kontinental. Filsafat ini merupakan imbangan dari filsafat analitik.

·         Positivisme
Tokohnya seperti: Auguste Comte

·         Pragmatisme
Tokohnya seperti: William James

·         Filsafat Analitik
Filsafat ini dikembangkan oleh bangsa-bangsa yang berbahasa inggris seperti Amerika, Australia, Selandia Baru, Skandinavia. Disebut juga dengan istilah filsafat Anglosaxon.
Tokoh-tokohnya seperti Wittgenstein, Karl Poper yang terkenal dengan gagasannya mengenai falsifikasi. Pembuktian pada kebenaran jangan melalui jalur verifikasi tetapi melalui jalur falsifikasi, carilah alasan-alasan logis yang bisa menjatuhkan teori tersebut. Kalau tidak ada, berarti teori itu dapat dikatakan teori yang paling benar untuk masa itu. Kemungkinan selalu ada teori baru di hari depan.

      Sumber: Mata Kuliah Filsafat, Fakultas Filsafat UNPAR