Charles Sanders Peirce |
A.
PEMAHAMAN
MENGENAI ABDUKSI : CHARLES SANDERS PEIRCE
Pemahaman
abduksi menurut pierce pada awal mulanya dijelaskan sebagai bentuk penyimpulan
yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu: proposisi tentang suatu hukum (rule), proposisi tentang suatu kasus (case), dan yang terakhir adalah
prosposisi tentang kesimpulan (result).
Maka silogisme hipotesis yang terdiri dari premis mayor, premis minor dan
kesimpulan adalah bentuk penyimpulan dari tiga proposisi tersebut, hukum,
kasus, dan kesimpulan itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan abduksi
ialah upaya rasional untuk mencari penjelasan untuk setiap fenomena-fenomena
yang membingungkan (Puzzling), yang
adalah proses yang meliputi penghasilan hipotesis-hipotesis penjelasan dan
penyeleksian hipotesis-hipotesis tertentu untuk pemeriksan lebih jauh. Pemikiran
ini muncul dan matang sekitar tahun 1893 dalam karya-karya yang dibuat oleh Sanders
Pierce.
Setelah
tahun 1893 itu, Pierce kembali menyadari bahwa metode yang diinspirasikan itu
menjadi metode pemikiran yang ternyata lebih dari suatu bentuk logis. Maksudnya
adalah, abduksi dilihat sebagai tahap awal untuk melakukan penelitian ilmiah,
yang di dalamnya diawali dari sikap keheranan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap
peristiwa atau fakta dari semua peneliti itu. Pengalaman ini memunculkan sikap
keheranan dan rasa ingn tahu yang besaar. Kemudian berusaha untuk mencari
penjelasan mengenai apa yang diteliti dan juga mencoba untuk merumuskan
hipotesis berkaitan dengan hasil penelitian tersebut. Boleh disimpulkan bahwa
metode pemikiran abduksi ini merupakan bentuk pemikiran yang didasarkan pada
fakta dan juga kasus yang terjadi. Peristiwa serta fakta tersebut menjadi titik
tolak bagi pemikiran dengan metode abduksi ini, yang kemudian berdarkan fakta
tersebut peneliti dapat mencoba merumuskan hipotesisinya dengan maksud untuk
menjelaskan fakta tersebut. Sehingga hipotesisi yang dibuat itu sifatnya
universal dan juga general. Suatu saat akan terjadi bahwa hipotesis yang sudah
dibuat pada awalnya ditentang oleh fakta karena mengandung ketidaksesuaian,
maka harus ada hipotesis lain yang harus diajukan kembali. Konseskuensinya
adalah banyak hipotesis yang dikemukakan dan ditawarkan untuk menjelaskan suatu
fakta yang terjadi.
Abduksi
menurut Charles Sanders Pierce, dapat pula dipahami sebagai bentuk pemikiran
yang berfungsi untuk menawarkan suatu hipotesis yang tentunya mampu memberikan
penjelasan terhadap seluruh peristiwa secara akurat dan mendekati kebenaran.
Silogisme abduksi ini biasanya diwali oleh sebuah fakta atau peristiwa,
kemudian disimpulkan dalam bentuk hipotesis unyuk menjelasakan peristiwa
tersebut. Dalam hal ini charles memberikan 2 macam ciri dari metode abduksi
ini. Ciri yang pertama, abduksi
menawarkan suatu hipotesis yang memberikan penjelasan atau eksplanasi yang probable. Probable disini maksudnya adalah untuk menjelaskan dan menegaskan
bahwa hipotesis itu merumakan satu kemungkinan penjelasan. Sifat dari hipotesis
itu adalah sebagai konjektur, atau sering disebut sebagai dugaan. Ilmuwan yang
menjelaskan suatu pengetahuan harus benar-benar tahu bahwa, jika pengetahuannya
benar, maka fakta yang diobservasi akan dapat dijelaskan secara benar pula.
Kebenaran yang terkandung di dalam hipotesis itu harus diuji melalui proses
verifikasi. Ciri yang kedua, abduksi
pun dapat memberikan eksplanasi atau penjelasan bagi fakta yang mungkin belum
dijelaskan atau bahkan tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat diobservasi
secara langsung. Berdasarkan ciri yang kedua ini, sedikit ada pertentangan dari
seorang tokoh Auguste Comte dengan positivisme-nya yang beranggapan bahwa semua
hipotesis seharusnya dapat secara langsung menjelaskan fakta. Tapi bagi Pierce,
jika hipotesis itu mampu menjelaskan fakta yang bisa diamati, sekaligus juga
fakta-fakta yang tidak bisa diamati, itu sudah cukup untuk dianggap sebagai
teori.
B. HUBUNGANNYA DENGAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan sebagai kegiatan akal dan budi manusia yang tentu di dalamnya juga
terpengaruh oleh segala peristiwa serta pengalaman hendaknya mampu untuk membuat
penjelasan-penjelasan yang dalam bentuk gagasan baru tentang suatu kasus
tertentu. Ilmu pengetahuan yang selama ini terbentuk tidak lepas dari 2 unsur,
yakni pengalaman yang masuk ke dalamnya dan juga pemikiran orisinil. Pemikiran
yang orisinil ini bukan hanya sebatas pengetahuan berpikir secara logis tapi
juga dibutuhkan imajinasi yang kuat. Imajinasi yang kuat akan membawa pemikiran
kita semakin dekat dengan kebenaran. Pierce pun melihat betapa pentingnya
imajinasi untuk membangun ilmu pengetahuan melalui hipotesis-hipotesis yang
dibuatnya. Imajinasi dalam proses ini tentunya harus mendapat arahan yang jelas
agar fungsinya sebagai pendukung ilmu pengetahuan pun semakin maksimal.
Namun
dalam proses abduksi, hipotesis yang dihasilkan hanya berfungsi sebagai
pemikiran sementara. Abduksi baru memberi dugaan-dugaan sementara dalam
hipotesisnya. Maka pembuktian melalui bentuk induksi dan deduksi masih sangat
dibutuhkan dalam proses abduksi ini.
C. PENGGUNAAN METODE ABDUKSI
Bagi C. S.
Peirce, abduksi merupakan salah satu dari tiga bentuk pokok inferensi, bersama induksi
dan deduksi. Abduksi adalah cara pembuktian yang memungkinkan tesis-hipotesis dibentuk. Pembuktian
abduksi bertolak dari sebuah kasus partikular menuju sebuah eksplanasi yang
mungkin tentang kasus itu. Sebagaimana dalam
Aristoteles, demikian pula bagi Peirce abduksi merupakan bentuk inferensi yang
probabel, artinya tidak memberikan kepastian mutlak. Bagi Peirce inferensi itu
mempunyai bentuk sebagai berikut: Fakta (F) yang menimbulkan tanda tanya
diteliti atau diamati. Jika hipotesis (H) benar, F adalah sesuatu yang
biasa-biasa saja. Oleh karena itu, H (mungkin) benar.
Pemikiran
mendasar di sini adalah bahwa sebuah hal yang mungkin melukiskan dan
menggambarkan konsekuensi dari sebuah produk dalam iklan. Berdasarkan pada
konsekuensi itu, baik atribut dari produk yang diiklankan ataupun hubungan
nilai dari pengguna produk dapat disimpulkan (abduksi) oleh penerima iklan
tersebut. Sebagai contoh, di dalam iklan untuk sebuah merek pelembab kulit
wanita (Vas***ne). Orang yang berkulit-kencang
(tidak keriput) dan putih akan ditampilkan sedang menggunakan merek sebuah pelembab
yang diiklankan. Dalam kasus ini, konsekuensi dari sebuah produk ditampilkan
(bahwa Vas***ne itu membuat kulit
menjadi putih). Dari iklan ini, sebagai contohnya, dapat diperoleh sebuah
kesimpulan abduktif yaitu Vas***ne
adalah pelembab dengan presentasi “kulit-kencang”
(atributnya).
- Hasil :
Pengguna Vas***ne mendapatkan
bentuk kulit yang kencang dan putih.
- Aturan
: Pelembab dengan presentasi “kulit-kencang” sangat baik untuk kulit
wanita.
- Kasus :
Vas***ne adalah pelembab dengan
presentasi “kulit kencang” (kesimpulan informatif)
Apabila
kesimpulan abduktif ini tidak secara eksplisit ada di dalam sebuah iklan, maka
berarti dibuat secara implisit. Bagaimanapun juga, berdasarkan pada konsekuensi
yang digambarkan di dalam iklan itu (Vas***ne
adalah sebuah pilihan tepat untuk mendapatkan dan mempertahankan kesehatan dan kulit
yang kencang) dan kesimpulan abduktif lain yang dibentuk dalam penggunaan Vas***ne, pengguna produk akan
mengingatnya serta tidak bisa dipungkiri bahwa secara konsekuen membanggakan
produk ini pada orang lain (nilai-nilai).
- Hasil :
Pengguna Vas***ne mendapatkan
bentuk kulit yang kencang dan putih.
- Aturan
: Orang dengan bentuk kulit kencang dan putih akan dipuji oleh orang lain.
- Kasus :
Dengan menggunakan Vas***ne,
pengguna produk akan tetap memiliki bentuk kulit yang kencang-putih dan
dipuji oleh orang lain. (kesimpulan transformatif).
Abduksi
melakukan penalaran dari sebuah fakta ke aksi atau kondisi yang mengakibatkan
fakta tersebut terjadi. Metode ini digunakan untuk menjelaskan kejadian yang
diamati. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa seseorang yang bernama Aloy
selalu mengendarai mobilnya dengan sangat cepat jika sedang mabuk. Maka pada
saat kita melihat Aloy mengendarai mobilnya dengan sangat cepat maka kita
berkesimpulan bahwa Aloy sedang mabuk. Tentunya hal ini belum tentu benar,
mungkin saja dia sedang terburu-buru atau dalam keadaan gawat darurat.
D.
NILAI
TEORITIS ABDUKSI
Pertama
harus dikatakan bahwa abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung
konsep universal (generalitas). Sudah dikatakan sebelumnya bahwa abduksi adalah
suatu proses penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Kesimpulan dari proses itu
adalah suatu proposisi yang menempatkan suatu kasus khusus tertentu dalam suatu
kelas atau kelompok. Maka dengan cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa
suatu kasus individual ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.
Kedua,
abduksi merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu jenis
penalaran formal (reason) saja.
Hipotesis abduktif dibentuk oleh imajinasi, bukan oleh penalaran kritis. Lebih
lagi, seorang ilmuwan akan menggunakan instingnya untuk membuat suatu pilihan
yang ekonomis dan berguna ketika menghadapi banyak penjelasan yang harus diuji.
Hipotesis abduktif, karena itu, tidak muncul dari suatu proses logis yang
ketat, tetapi dari suatu kilatan insight,
pengertian, atau ide, di bawah imajinasi, dan di luar kemampuan penalaran
kritis.
Ketiga,
proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk
menangkap orisinalitas realitas. Karena hipotesis abduktif merupakan hasil dari
kilatan ide imajinasi ilmiah, hipotesis itu bagi ilmuwan dan bagi banyak orang
merupakan sesuatu yang baru. Peirce sangat yakin bahwa abduksi merupakan
satu-satunya bentuk penalaran yang bisa menghasilkan ide bagi ilmu pengetahuan.
Abduksi berhenti dengan menawarkan suatu hipotesis yang harus diuji, bukan
sesuatu yang sudah diketahui kebenarannya.
Keempat, abduksi
yang berhasil mengandaikan keterlibatan yang menyeluruh dan imajinasi yang
bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang berpengalaman biasanya lebih berhasil dari
yang tidak berpengalaman. Ini berarti bahwa abduksi merupakan suatu fase
interpretasi. Interpretasi dalam arti bahwa proposisi hipotesis yang berhasil
dirumuskan itu tidak lain dari cara pandang ilmuwan terhadap fakta atau
pengalaman.
Referensi:
Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua.2001. Ilmu Pengetahuan:Sebuah Tinjauan Filosofis. Kanisius:Yogyakarta.
Kapitan, Tomis. Abduction
as Practical Inference,http://www.digitalpeirce.fee.unicamp.br/abdkap.htm
diakses tanggal 25 September 2012 pada pukul 11.10 WIB.
--.Abduksi:Sebuah
Bentuk Penalaran Berdasarkan Silogisme, http://www.kamus-filsafat.blogspot.com diakses
tanggal 30 September 2012 pada pukul 10.42 WIB.
0 comments:
Posting Komentar